Minggu, 13 Maret 2011

Christmas Carol for Dearest Carol

"I'll remember all the memories between you and me..."
'Berharaplah dan berdoa. Tunggu hingga waktu itu datang dan ketika waktu itu telah dimulai, maka peluang kamu untuk mendapatkan apa yang kamu cari dan kamu butuhkan telah dimulai. Waktu, Carol.. waktu...'
'Jika telah dimulai, ikutilah arusnya. Arus yang akan membawamu kearah yang memang harus kamu tuju. Tujuanmu itu akan selalu menunggumu hingga kamu datang. Ketika waktu dimulai, semua tersedia, tujuan menunggu, ikutilah arusnya...'

Pikiran-pikiran itu selalu muncul dibenakku ketika aku menatap foto berbingkai biru yang kuletakkan di meja belajarku. Foto aku bersama sahabat lamaku, Kayla. Sosok seorang sahabat lama yang akan selalu baru dihatiku. "Kay...laaa..Kayylaaa...," batinku dalam hati dengan mata yang berkaca-kaca namun tak sempat berhasil membuatku meneteskan air mata.

***

Terdengar bunyi telepon berdering dari lantai bawah. Setelah beberapa detik, tak lagi terdengar suara apapun dari lantai bawah.
Beberapa saat kemudian...
"Carol..." Terdengar suara mamaku yang sedang berteriak dari lantai bawah.
Dengan langkah santai aku berjalan dari kamar tidurku menuju lantai bawah. Aku mendapati mamaku sedang memegang gagang telepon.
"Ada apa, ma?" tanyaku kepada mamaku kemudian ku sambung dengan, "siapa yang menelepon?"
"Cesha. Ini," jawab mama sambil memberikan gagang telepon padaku kemudian berjalan menuju dapur.

"Hey, Sha."
Tidak terdengar jawaban dari ujung telepon. Terdengar nada 'tit...tit...tit...'. Nada yang mempunyai arti bahwa panggilan berakhir. Dan secara tersirat, pembicaraan kami ditelepon itu pun berakhir.

***

Karena perasaan yang agak sedikit kesal, aku memutuskan untuk tidur. Belum juga beberapa menit aku membaringkan badanku ditempat tidurku, tiba-tiba suara bell rumahku berbunyi.
"Carol, tolong bukakan pintu. Berisik..! " Teriak seseorang dari kamar sebelah. Kamar yang berada di sebelah kamarku adalah kamar kak Raul.
...

"Selamat siang." Sapa seorang lelaki berseragam rapih.
Aku terdiam. Aku menatap lelaki tersebut dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Aku bingung. Aku menatap kesekeliling rumahku. Di depan rumahku telah terparkir sebuah mobil bertuliskan FedEx.
"Siang.. Ada yang bisa dibantu?" Tanyaku pelan pada lelaki itu.
"Saya mau mengantarkan kiriman dari Roma." Jawab lelaki itu sambil menyodorkan sebuah amplop coklat besar padaku.
Hah? Apa yang di katakan oleh lelaki itu tadi? Roma? Kiriman dari Roma? Aku terdiam cukup lama. Hal ini sungguh membingungkan. Siapa yang mengirimkan kiriman ini?
"Silahkan Anda tanda tangan sini." Kata lelaki itu sambil menunjuk-nunjuk selembar kertas yang ada di tangan kirinya dengan jari telunjuk tangan kanan.
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Lelaki itu memberikan sebuah bolpen dan kemudian aku menandatangani kertas tersebut. Setelah itu, aku langsung merampas amlop coklat besar yang ada ditangan lelaki itu. Aku langsung berbalik badan, menutup pintu rumahku--tanpa memedulikan lelaki tersebut-- dan berlari menuju kamarku.
Dengan hati penasaran bercampur bahagia, sedih, terharu, dan tak tahu lagi dengan apa yang sedang kurasakan, aku langsung mengambil gunting yang berada di laci meja belajarku dan menggunting bagian ujung amlop coklat besar itu.
Setelah amplop coklat besar itu telah terbuka, aku langsung mengambil isi amlop itu.
Aku terkaget dengan isi amlop itu. Secarik kertas yang dilipat dengan rapih dan sebuah peta--peta negara Italia. Di bidang yang satu, peta itu bergambarkan negara Italia. Namun dibidang yang lain, sebuah gambar peta Roma yang di zoom out sehingga terlihat lebih jelas dibandingkan peta-peta lainnya. Peta itu sudah dicoret-coret dengan tanda panah.
Setelah melihat-lihat peta tersebut, mataku terpanah pada selembar kertas yang juga telah aku kelarkuan dari amplop coklat besar itu. Aku mengambil secarik kertas tersebut. Terdapat tulisan...

Dear Caroline,
Ini tempat yang indah dan mengagumkan..
Aku ingin kamu ada disini bersamaku, Carol. Carol, aku sungguh merindukanmu. Semua telah tersedia. Bukan kamu yang menyediakan, bukan juga aku. Apalagi mereka yang tidak kita kenal. Takdir telah menyediakan apa yang harus kita mulai dan kita lanjutkan semampu kita. Semampu kita untuk membawa itu menjadi sesuatu yang abadi walau kita sendiri tidak abadi.
Kalau kamu sudah selesai membaca suratku ini, kamu sudah tahu apa yang akan kamu lakukan. Walaupun kamu tidak mengerti, namun semua sudah tersedia. Arus... Ikutilah...

P.S : Minta izin mama kamu.
Thank you.
Love and Kiss so deeply,


***

Seusai membaca surat tersebut, aku membolak-balik kertas tersebut. Bermaksud untuk mencari nama pengirimnya. Sudah berulang-ulang aku membalikkan kertas tersebut, namun aku tidak juga mendapatkan nama atau sesuatu dari pengirim surat tersebut.
Aku bingung dengan surat tersebut. Tidak ada pengirimnya. Dengan cepat aku mengambil amplop coklat besar yang ada di atas tempat tidur dan membolak-balikkan amplop itu. Aku mencari-cari nama pengirim kiriman tersebut. Kepalaku sudah pusing tujuh keliling karena kiriman itu. Tidak ada nama pengirim di amplop tersebut. Di amplop coklat besar itu hanya tertulis:


Untuk yang terkasih: Caroline Sierra Hernandez
December 22nd, 2010. North Sanchez, Rome, Italy.


Siapa sebenarnya pengirim amplop coklat besar itu?
Siapa? Siapa??
***
Tak tahu lagi apa yang ada disekitarku. Aku membaringkan badanku ke sofa diruang tamuku. Tenang rasanya berada di ruang tamu rumahku.
Terasa sepi namun tenang.
Saat sedang melihat-lihat foto-fotoku bersama teman-temanku di MIT (Masacussets Institu of Technology), tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti didepan rumahku. Karena penasaran, aku langsung meletakkan iPhone 4G-ku di meja dan melihat keadaan diluar rumahku melalui jendela yang ada di ruang tamuku.
"Mobil itu lagi." Aku berkata-kata dalam hati.
Sudah dapat ditebak mobil apa yang sedang diparkir didepan rumahku. FedEx..! Tiba-tiba seseorang turun dari dalam mobil dan datang menuju ke depan pintu rumahku dan...
"Tet..." Bell rumahku berbunyi. Aku menunggu sekitar 7 detik dan kemudian aku membukakan pintu untuk petugas FedEx tersebut.
"Kiriman dari Roma lagi ya?" Kataku saat aku membuka pintu.
Petugas FedEx itu menganggukkan kepalanya sambil menyodorkan sebuah benda. Benda yang ku dapat seperti kemarin. Ya..! Sebuah amplop coklat besar.
***
Cepat-cepat aku membuka amplop coklat besar yang kedua itu. Isinya ada selembar surat beserta tiket untuk ke Roma. Kertas itu hanya berisi beberapa kata yaitu Aku Menunggumu. Hanya dua kata itu yang ditulis di selembar kertas itu. Kemudian aku mengambil tiket tersebut. Ternyata tiket itu adalah tiket ke Roma. Tertulis tanggal 24 Desember 2010. Aku langsung menghadapkan kepalaku ke kalender meja yang ada di meja belajarku.
Aku tercengang.
Hah? Apa? Sekarang tanggal 23 Desember kan? Berarti tiket itu berlaku untuk esok hari, tepatnya tanggal 24 Desember 2010. Berarti esok aku harus ke Roma. Bertemu seseorang yang tak ku ketahui. Yang mungkin aku kenal tapi tak ku tahu siapa itu.
Tak tahu angin apa yang bertiup disekitar kepalaku, tiba-tiba aku teringat akan sesuatu, suatu kejadian dimana aku dan dia terakhir kali bertemu. Terakhir kali...

***

Keesokkan harinya...
24 Desember 2010.


"Begitu tiba di Roma langsung hubungi mama ya?"
"Baik, Ma. Pasti!"
"Carol, jangan lupa balas BlackBerry Messenger (BBM) kakak ya?" Kata kak Raul sambil memelukku.
"Iya, Kak."
"Jangan cuma BlackBerry kamu yang aktif, iPhone kamu juga harus selalu aktif." Kata mama sambil mencubit pipiku.
Aku mengacungkan jari jempolku dan berkata, "Itu pasti, Ma!"
Kami bertiga langsung naik ke dalam mobil dan berangkat ke bandara. Aku memutar kembali otakku. Apakah keputusanku untuk mengikuti kata-kata dan keinginan dari pengirim kedua amplop coklat besar itu yang akan membawaku ke Roma adalah keputusan yang benar? Siapa sebenarnya orang itu? Siapa pengirim itu? Apa hubungan dia dan aku sehingga dia rela mengirimkan dua buah amplop coklat besar secara kilat menggunakan jasa pengiriman FedEx jauh-jauh dari Roma hanya untukku? Apa maksudnya mengirimkan kata-kata mutiara dalam secarik kertas yang aku sendiripun tak tahu artinya?
Sejenak aku berpikir bahwa mungkin ini jawaban dari apa yang aku impikan selama ini. Pergi ke salah satu negara di Eropa. Tapi mengapa harus Italia? Tidak Spanyol, Belanda, atau Peracis? Kenapa harus kota Roma? Tidak Barcelona, Amsterdam, atau Paris?
Aku akan segera mengetahui jawabannya.

***

Aku membuka mataku secara perlahan ketika seseorang disampingku berhasil membangunkanku. Orang itu berkata, "The plane is landed."
Ternyata pesawat yang aku tumpangi menuju Roma telah mendarat dengan selamat di Rome International Airport. Aku tak menyangka bahwa aku telah berada di benua biru, aku telah berada di negara sepakbola, aku telah berada di kota suci Roma, aku tak percaya ini semua.
Disamping perasaan tersebut, ada perasaan lain yang muncul yang sudah lama melekat di benakku sejak kedatangan amplop coklat besar itu. Penasaran. Penasaran akan maksud dari semua ini. Ketika keluar dari bandara, seseorang datang menghampiriku. Ternyata dia orang suruhan si pengirim surat. Dia disuruh untuk menjemputku. "Siapa yang menyuruhmu? (menggunakan bahwa Inggris)?" tanyaku dengan agak kasar. Orang itu hanya membukakan pintu mobilnya. Aku langsung masuk karena tak tahan dengan cuaca dingin di Roma.

***

"This is the map (ini petanya)!" Kataku pada orang yang sedang mengemudi itu sambil menyodorkan peta yang ada di amplop merah besar. Orang itu mengambil peta tersebut dengan wajah yang bingung. "Look at the arrow symbol! Follow that clue. (Lihat tanda panah itu! Ikuti petunjuknya!)"
Orang itu menganggukkan kepalanya sambil berkata, "I know that place. (Aku tahu tempat itu)"
Pikiranku kacau balau. Aku semakin penasaran. Apa maksud dari semua ini? Aku tak tahu apa maksud dari semua ini. Setelah hampir setengah jam, aku akhirnya tiba ditempat tujuan. Aku segera turun dari mobil dan mengambil koperku. Udara ditempat ini lebih dingin dari udara di bandara tadi. Aku meninggalkan koperku dan mulai menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju ke atas bukit. Semakin lama udara semakin dingin.
Ketika tiba diatas bukit, aku melihat seseorang sedang berdiri membelakangiku. "Hy.." sapaku membuka pembicaraan.
Orang itu kemudian berbalik badan. Aku terkaget. Tak percaya dengan apa yang kulihat. Tak percaya dengan siapa yang sedang berdiri di depanku ini. Aku langsung berlari menuju orang itu dan memeluknya seerat-eratnya. Rasanya aku tak mau melepaskannya lagi.
"Kayla..." Aku menangis sambil mengucapkan nama tersebut. "Kenapa kamu meninggalkan aku?"
Orang itu adalah Kayla. Sahabat kecilku. Sahabat kecilku yang ku sayang. Aku sayang sahabatku, Kayla.
"Maafkan aku."
Aku menganggukkan kepalaku sambil melepaskan pelukanku dari tubuh Kayla. Aku memeluknya kembali. Aku sangat merindukannya. Aku tak menyangka. Inilah jawaban dari semua pertanyaanku selama ini tentang siapa dan maksudnya. Ternyata inilah jawabannya.

***

Christmas Day...
25 Desember 2010, Roma.


"Happy Christmas, Kayla."
"Happy Christmas too, Carol."
Hari ini adalah hari Natal. Kayla berjanji akan mengajakku kesuatu tempat sepulang gereja. Dan kami baru saja tiba dari gereja. Bahagia rasanya bisa pergi ke gereja bersama Kayla. Masuk ke gereja di kota Roma, aku sungguh sangat bahagia.
"Kay, kamu mau mengajakku kemana?"
Kayla hanya tersenyum.

***

"Kamu masih ingat saat-saat dimana kita mengucapkan keinginan bersama?" Tanya Kayla saat kami tiba disuatu tempat.
Aku tidak tahu itu tempat apa. Aku bahkan belum melihatnya karena Kayla menutup mataku dengan kain hitam dan menyebabkan diriku tidak bisa melihat apa-apa.
Aku mengangguk.
"Aku masih ingat isi keinginan kamu. Aku tahu apa yang kamu inginkan untuk Natal kali ini." Ujar Kayla.
"Disaat aku membukakan kain dimatamu, kamu buka matamu dan keinginanmu sudah didepan matamu." Tambah Kayla. Aku penasaran. Apa yang akan Kayla lakukan? Apa yang aku inginkan? Aku sudah lupa dengan keinginanku saat itu. Kayla mulai menghitung, "1...2...3!" Kayla melepaskan kain hitam dari mataku dan aku langsung membuka mataku. Aku terkejut.
Beberapa detik kemudian aku langsung menangis.
Salju...Salju putih yang indah. Aku berada di satu-satunya tempat di Roma yang dituruni salju. Aku memegang salju yang ada di tanah dan menyentakkan kakiku. Aku tak percaya akhirnya aku benar-benar bisa melihat salju secara langsung, aku bisa memegang dan menginjaknya.Kulihat sekelilingku. Ada sebuah pohon Natal yang dihiasi lampu-lampu Natal yang indah. Suasana begitu dalam. Lalu Kayla berjalan kesamping pohon
Natal yang ada didepanku.
Ketika tiba disamping pohon Natal itu, Kayla menyanyikan lagunya Celine Dion 'All I want for Christmas is You.'
Kayla bagaikan Snow Angel.
Aku ingat akan apa yang aku ucapkan dahulu tentang keinginanku. Ternyata keinginanku adalah sebuah Pohon Natal yang dihiasi lampu-lampu yang indah, Salju, dan Lagu Natal yang merdu. Dan semua itu telah kudapatkan. Terima kasih Kayla. Thanks God..
"Kay, maaf. Aku lupa keinginan kamu. Kamu inginkan apa untuk Natal?" Tanyaku pada Kayla dengan nada yang lembut.
Kayla hanya tersenyum sambil berkata, "All I want for Christmas is you. (Semua yang aku inginkan untuk Natal adalah kamu.)"

0 comments:

Posting Komentar